FILM INDEPENDENT
Berbicara tentang film independent memang agak membingungkan di Indonesia baik tipe, karakteristik serta seperti apa yang di usung film maker di Indonesia?. Walaupun setiap orang menganggap dan menginterpretasikan film independent secara berlainan, film jenis ini memiliki kebebasan dalam berekspresi, ide, mekanisme produksi dan distribusi. Secara teknisnya film independent sarat akan idealisme dan tidak komersial. Beberapa tokoh menganggap Independent sebagai gerakan oposisi yang keras untuk melawan praktik-praktik domonasi media dalam beberapa sektor, diantaranya:
Segi teknologi Independent bergerak dalam dunia amatir ( home video : 8mm, 16mm,70mm ) dan dunia professional ( 35mm ).
Segi Ekonomi, Independent melawan kecintaan terhadap uang.
Segi Politik, Independen bergerak dari ekplorasi budaya-budaya yang tertindas melawan pusat.
Segi Estetika, Indipendent mengangkat segi orisinilitas.
Melihat di atas rasanya jelas bahwa film independent sebagai wujud tercipta dari kecintaan para film maker terhadap pemikiran dalam dunia perfilman hakikatnya bukanlah alat hiburan semata, membawa semangat yang benar secara terus menerus.
KOMUNITAS FILM
Semakin gencarnya festival-festival film di Indonesia memunculkan semangat untuk menjaring para pembuat film yang terkadang hanya bermodal nekad untuk memproduksi sebuah film. Kualitas film-film tersebut pun kadang tidak memenuhi standar, dibalik semua itu yang terpenting segalanya adalah impian dan semangat untuk mewujudkannya?.
Forum Film Pendek ( FFP ) muncul sebagai film alternative dan independent dan berkembang di Indonesia yang karya-karyanya bersifat individual. Pada tahun 1997an sebagai awal perubahan film Indonesia yang sebelumnya banyak film khusus dewasa yang diproduksi. Perubahan ini hampir bersamaan dengan produksi film panjang pertama di Indonesia “ KULDESAK “, merupakan salah satu film gabungan dari empat cerita/film pendek oleh gerakan SINEMA INDEPENDENT yang di gaungi oleh Mira Lesmana, Riri Riza, Rizal Mantovani, Nan Achnas dan Shanty Hermayn.
Bermula dari itu, perlahan-lahan tumbuh komunitas film lainnya dengan memproduksi Film Pendek, Dokumenter, maupun Feature Film dan terus berkembang hingga kini. Setelah FFP kemudian muncul International Film Indonesia tahun 1999 sebagai festival film internasional pertama di Indonesia.
Tidak hanya itu, kampus-kampus pun saat ini menjalankan kegiatannya secara mandiri dengan mengadakan pemutaran, diskusi, memproduksi serta mendistribusikan film untuk berbagi pengetahuan, pengalaman dengan tujuan menciptakan masyarakat penonton Indonesia yang KRITIS dan APRESIATIF. Melebar sayapkan dengan membuka forum lewat MILLIS PERFILMAN.
Faktor yang mempengaruhi rendahnya mutu film nasional salah satunya adalah rendahnya kualitas teknis karyawan film. Ini disebabkan kondisi perfilman Indonesia tidak memberikan peluang bagi mereka yang berpotensi untuk berkembang. Untuk membuat film bermutu yang laris di semua golongan penonton dengan latar belakang budaya mereka yang berbeda-beda adalah dengan memberi kesempatan kepada para sineas.
Keluhan para filmmaker selama ini juga jelas, bikin film tapi tidaktahu harus diputar dimana, caranya seperti apa, perlu promosi atautidak dan seterusnya, di samping itu kebanyakan dari mereka takpaham betul peta perfilman Indonesia.
Berbekal pengetahuan film, idealisme yang kuat dan pasar sendiri Garin Nugroho membawa angin segar dalam perfilman Indonesia bertemakan REALISTIS. Debutnya dengan film Cinta Sepotong Roti, serta beberapa karyanya seperti Daun Diatas Bantal, Anak Seribu Pulau dan lain sebagainya.
oleh : www.farulbidik.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar